Makalah
Produktivitas
Primer di Muara Sungai Cisadane
Oleh
Ade Irma Polamolo
1131417037
MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penyusun panjatkan kehadirat
Allah swt. yang telah memberikan limpahan kesehatan,
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “Produktivitas Primer di Muara Sungai Cisadane” dapat diselesaikan dengan baik.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini
masih memiliki banyak kekurangan. Tak
lupa, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang
bersifat membangun guna memperbaiki kesalahan demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya dan juga bermanfaat pada
lingkungan sekitar.
Gorontalo, Oktober
2019
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................
i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang...........................................................................................
1
1.2
Tujuan.........................................................................................................
2
1.3
Manfaat......................................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Keadaan Umum Muara Sungai Cisadane................................................... 3
2.2
Definisi Produktivitas Primer.....................................................................
3
2.3
Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas ................................................ 7
2.4
Produktivitas Primer di Muara Sungai Cisadane........................................
11
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan.................................................................................................
13
3.2
Saran .......................................................................................................... 13
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Sungai
Cisadane merupakan salah satu sungai utama di Propinsi Banten dan Jawa Barat. Hulu sungai terletak di
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mengalir melewati
Kabupaten Tangerang, Banten, dan bermuara ke Laut Jawa. Saat ini pencemaran di S. Cisadane makin tinggi.
Limbah industri yang berada disepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane
menjadi penyebab utama pencemaran.
Di sepanjang sungai terdapat sekitar 16 industri dan masih ada beberapa industri yang tidak melakukan
pengolahan air limbah sebelum dibuang ke
sungai (www2.kompas.com, 2008 dalam Sitinjak, 2009). Selain itu, limbah domestik dari pemukiman juga menambah pencemaran
sungai. Wilayah muara S. Cisadane sebagai
ujung dari aliran sungai akan menerima limpasan dari berbagai aktivitas yang ada di bagian tengah dan hulu
sungai. Hal ini dapat menimbulkan kondisi anoksik
di wilayah muara jika tidak tersedia cukup oksigen untuk proses dekomposisi bahan organik yang berasal
dari limpasan wilayah bagian atas sungai.
Produktivitas primer
adalah suatu proses pembentukan
senyawa-senyawa organik melalui proses
fotosintesis. Proses fotosintesis sendiri dipengaruhi
oleh faktor konsentrasi klorofil a, serta intensitas
cahaya matahari. Nilai produktivitas primer dapat
digunakan sebagai indikasi tentang tingkat kesuburan
suatu ekosistem perairan
(Barus, dkk, 2008). Informasi
mengenai produktivitas primer
perairan penting diketahui sehubungan
dengan peranannya sebagai penyedia
makanan (produser) dalam ekosistem
perairan, serta perannya sebagai pemasok
kandungan oksigen terlarut di perairan
(Clark, 1996 dalam Hariyadi, dkk, 2010).
Tingkat produktivitas primer
suatu perairan memberikan gambaran apakah
suatu perairan cukup produktif dalam
menghasilkan biomassa tumbuhan, terutama fitoplankton, termasuk pasokan oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis yang terjadi, sehingga mendukung perkembangan ekosistem perairan. Produktivitas perairan yang
terlalu tinggi dapat mengindikasikan telah
terjadi eutrofikasi, sedangkan yang terlalu
rendah dapat memberikan indikasi bahwa perairan tidak produktif atau miskin.
1.2
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah untuk mengetahui kondisi
produktivitas primer di suatu perairan.
1.3
Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah untuk menambah wawasan
pengetahuan tentang produktivitas perairan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Keadaan
Umum Muara Sungai Cisadane
Sungai Cisadane (S.
Cisadane) mempunyai daerah tangkapan hujan seluas 1.376
km2 dan panjang 137,6 km. Sungai ini berasal dari sumber yang sama dengan Sungai Ciliwung yaitu Gunung
Mandalawangi (tinggi puncak 3.002 m) dan
Gunung Salak (tinggi puncak 2.211 m) di Kabupaten Bogor, dan mengalir ke arah utara melewati Kabupaten Tangerang
dan berakhir di Laut Jawa. Secara administrasi,
wilayah muara S. Cisadane masuk ke dalam wilayah Kabupaten Tangerang, Kecamatan Teluk Naga (UNESCO,
2004). Anak-anak sungai banyak ditemukan
di bagian hulu dengan anak sungai terbesar adalah Cianten dan Ciapus dengan masing-masing anak sungai
memiliki panjang 49,2 km dan 27 km, serta daerah
tangkapan hujan sebesar 426,5 km2 dan 58,15 km2. Daerah tangkapan hujan di bagian atas sungai (hulu)
mempunyai bentuk melingkar serta panjang dan
sempit dari tengah hingga ke bagian bawah. Bagian hulu sungai pada jarak 10,1 km memiliki kemiringan yang tajam
yaitu 0,228. Bagian tengah sungai pada jarak
25 km memiliki kemiringan 0,032 dan bagian bawah (hilir) sungai pada jarak 102 km memiliki kemiringan 0,00195
(UNESCO, 2004).
2.2
Definisi
Produktivitas Primer
Menurut
Romimohtarto (2007) dalam Yulianto,
dkk, (2014) bahwa produktivitas
primer adalah kecepatan terjadinya fotosintesis atau pengikatan karbon, Proses penting dalam hal produktivitas
primer adalah fotosintesis. Dalam fotosintesis, matahari merupakan unsur
penting dalam proses tersebut. Apa saja yang mempengaruhi sinar matahari akan
mempengaruhi fotosintesis.
Soemarwoto, dkk, (1980) dalam Sinurat (2009) menyatakan bahwa dalam
proses fotosintesis ini diperlukan zat hijau daun yang disebut klorofil. Proses ini menggunakan dua macam
bahan, yaitu air dan karbondioksia. Setelah langkah pertama, yaitu mengubah
energi cahaya menjadi energi kimia. Energi kimia dapat dipindah-pindahkan ke
dalam berbagai bahan kimia. Berbagai organisme dapat menyempurnakan pemindahan
ini. Tetapi hanya produsen yang dapat mengerjakan langkah pertama tadi.
Produktivitas primer
adalah suatu proses pembentukan
senyawa-senyawa organik melalui proses fotosintesis. Proses fotosintesis
sendiri dipengaruhi oleh faktor konsentrasi
klorofil a, serta intensitas
cahaya matahari. Nilai produktivitas primer dapat
digunakan sebagai indikasi tentang tingkat kesuburan
suatu ekosistem perairan
(Barus, dkk, 2008). Proses
fotosintesis berjalan melalui mekanisme enzimatis, sehingga berlangsung pada rentang suhu tertentu. Kenaikan
suhu akan memacu enzim mengkatalis proses fotosintesis, tetapi suhu yang terlalu
tinggi akan menyebabkan degradasi enzim dan penghambatan fotosintesis (Folkowski dan Raven, 1997 dalam
Pitoyo dan Wiryanto, 2002). Distribusi biomassa organisme
fotoautotrof mempengaruhi
produktivitas primer perairan. Menurut
Jones dan Francis (1982) dalam
Pitoyo dan Wiryanto (2002),
distribusi biomassa organisme
fotoautotrof dapat terjadi
secara temporal dan spatial. Distribusi
temporal sangat dipengaruhi siklus matahari
tahunan dan harian, misalnya alga motil yang melakukan migrasi vertikal harian.
Distribusi temporal juga
disebabkan siklus reproduksi, seperti
peningkatan jumlah beberapa jenis fitoplankton
pada bulan-bulan tertentu. Produktivitas
primer dapat diukur dengan beberapa
cara, misalnya dengan metode C14, metode
klorofil, dan metode oksigen (Michael, 1995 dalam
Pitoyo dan Wiryanto, 2002). Metode oksigen dengan botol gelapterang banyak digunakan, meskipun hasilnya terbatas dalam botol (Odum, 1993 dalam
Pitoyo dan Wiryanto, 2002).
Boehme (2000) dalam Pitoyo dan Wiryanto (2002) memperkenalkan
metode oksigen melalui pembacaan kurva oksigen harian. Dengan metode ini sampel yang diteliti
tidak dibatasi ukurannya
dan dapat diukur setiap saat,
namun ada kemungkinan terjadi persinggungan
oksigen di atmosfer dan di dalam
air. Banyaknya model perhitungan produktivitas
primer perairan mengakibatkan hasil
yang didapat berbeda-beda. Sebagai wilayah
estuari, muara S. Cisadane dipengaruhi oleh dinamika pasang dan surut. Pada kondisi pasang,
air di muara S. Cisadane bergerak ke arah timur
yang kemudian berbelok ke arah perairan pantai Jakarta atau masuk ke dalam Teluk Jakarta (Pradiko, 2003).
Di sekitar muara S.
Cisadane terdapat banyak aktivitas manusia di antaranya kegiatan perikanan berupa tambak udang
dan gurame, kegiatan peternakan berupa peternakan
ayam dan sapi, serta kegiatan rumah tangga seperti mandi dan mencuci (MCK). Kegiatan industri juga
ada di dekat pinggiran badan sungai, seperti
industri pembuatan kapal dan penambangan pasir. Di muara S. Cisadane juga cukup banyak lalu lintas
kapal-kapal nelayan (Sitinjak, 2009).
Produktivitas Primer Di Estuari
Menurut Kennish (1990)
produktivitas primer adalah laju fiksasi karbon (pembentukan
material organik) di perairan dan biasanya dinyatakan dalam jumlah gram karbon yang dihasilkan dalam
waktu tertentu. Faktor fisika utama yang
mempengaruhi produktivitas primer adalah cahaya, suhu, dan sirkulasi air. Faktor lain yang mempengaruhi
produktivitas primer adalah faktor kimia, yaitu salinitas
dan nutrien, serta faktor biologi yaitu pemangsaan fitoplankton. Berdasarkan Goldman dan Horne (1983)
estuari adalah salah satu badan air yang
paling kompleks dan produktif. Estuari memiliki jenis spesies yang lebih sedikit namun dengan jumlah yang lebih
melimpah bila dibandingkan dengan perairan
tawar atau laut. Odum (1971) menyatakan bahwa produktivitas yang tinggi di daerah estuari disebabkan
oleh:
1. Estuari
adalah perangkap nutrien, secara fisika dan biologi.
Daur
ulang nutrien yang sangat cepat oleh aktivitas mikroba, benthos, dan hewan penggali menciptakan semacam
“sistem penyuburan sendiri”. Namun,
kecenderungan alami ini menyebabkan estuari rentan terhadap polusi, karena polutan akan terperangkap
termasuk nutrien-nutrien yang bermanfaat.
Perangkap nutrien secara fisika terkait gerakan pasang surut.
2.
Estuari memiliki keanekaragaman jenis
produser yang dapat berfotosintesis.
Banyak estuari yang ditemukan memiliki semua
tiga tipe produser yang
ada di dunia, yaitu makrofita (rumput laut, lamun, dan rumput gambut/ marsh grass),
mikrofita dasar, dan fitoplankton.
3.
Peran pasang surut dalam menciptakan
sebuah ekosistem dengan tinggi muka
air yang berfluktuasi. Pada umumnya, semakin besar amplitude pasang maka semakin besar potensi
produksi, jika arus yang terjadi tidak terlalu
abrasif. Goldman dan Horne (1983) menyatakan air yang dangkal dan lumpur yang dengan mudah terpapar
cahaya matahari saat surut, dapat meningkatkan
daur ulang nutrien melalui dekomposisi oleh bakteri dan dapat mempercepat pertumbuhan hewan
benthik.
2.3
Faktor
Yang Mempengaruhi Produktivitas Primer
Cahaya
Laju
produksi primer oleh fitoplankton sangat terkait dengan cahaya matahari sebagai sumber energi
fotosintesis (Kennish, 1990). Menurut Wetzel (2001),
jika nutrien tersedia dalam jumlah yang cukup untuk mendukung laju maksimum fotosintesis, maka ketersediaan
cahaya adalah faktor dominan yang mengatur
laju fotosintesis. Iluminasi (penyinaran) cahaya matahari di hamper semua
habitat akuatik bergantung pada sudut penyinaran matahari sepanjang hari, musim, letak lintang (latitude),
dan kondisi iklim setempat (seperti persen penutupan
awan) (Kennish, 1990). Wetzel (2001)
menyatakan ketersediaan cahaya
di sungai bergantung pada penutupan
kanopi di tepi sungai dan kekeruhan (turbidity)
Peredupan
cahaya terjadi dalam kolom air melalui penyerapan dan penyebaran oleh molekul air, partikel
tersuspensi, dan bahan terlarut. Penyerapan lebih
menentukan penetrasi dan distribusi energi radiasi dalam air (Kennish, 1990). Penyusutan intensitas cahaya di
estuari lebih besar daripada di laut, seiring
dengan bertambahnya kedalaman (Kennish, 1990). Hal ini terutama disebabkan oleh konsentrasi partikel
tersuspensi dan bahan terlarut yang lebih tinggi
di estuari.
Nutrient
Fitoplankton
membutuhkan banyak materi untuk pertumbuhan dan reproduksi. Materi yang paling penting adalah
makronutrien yaitu nitrogen, fosfor,
dan silica. Di
lingkungan estuari, fosfor terbagi dalam bentuk organik terlarut, anorganik terlarut, dan partikulat.
Bentuk utama fosfor anorganik terlarut adalah ortofosfat.
Ortofosfat adalah bentuk fosfor anorganik yang paling disukai fitoplankton. Namun dalam keadaan miskin
ortofosfat, fosfor organik terlarut pun dapat
dimanfaatkan fitoplankton (Kennish, 1990). Walaupun
bukan kebutuhan esensial bagi semua organisme
estuari, silica sangat
penting untuk pertumbuhan cangkang diatom. Silika terlarut di air dalam bentuk asam silika (H4SiO4). Ketika asam
silika berkurang, pembelahan sel fitoplankton
dapat terhambat dan aktivitas metabolisme
mengalami tekanan. Menurut
Levinton (1982) in Kennish (1990) ketersediaan silika memberikan pengaruh terhadap kelimpahan dan
produktivitas diatom. Smayda (1973) in Kennish
(1990) menambahkan bahwa ketersediaan silika diduga dapat membatasi populasi fitoplankton lain. Kennish, 1990).
Fitoplankton
Plankton
didefinisikan sebagai organisme yang melayang atau yang hanyut dengan kekuatan gerak terbatas, dan
dipindahkan terutama oleh pergerakan air (Kennish,
1990). Subdivisi plankton meliputi plankton bakteri, fitoplankton, dan zooplankton. Fitoplankton adalah tumbuhan mikroskopik
yang mengapung bebas, berupa
organisme uniseluler, berfilamen, atau berbentuk rantai yang menempati permukaan air (zona fotik)
laut lepas atau perairan pantai. Organisme autotrof
ini mempunyai peran penting di laut karena melakukan paling sedikit 90% fotosintesis di laut. Oleh karena
laut menutupi 72% permukaan bumi, fitoplankton
merupakan produser primer yang paling penting.
Kekeruhan
Kekeruhan
(turbiditas) adalah karakter visual air yang dapat mengakibatkan penurunan atau pengurangan kecerahan
perairan (Wetzel, 2001). Effendi (2003) menyatakan
bahwa kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut
(misalnya lumpur dan pasir halus), ataupun
dari bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme. Wofsy (1983) in Cloern
(1987) menyatakan cahaya dapat menjadi faktor pembatas
bagi fotosintesis ketika konsentrasi partikel tersuspensi melebihi 50 mg/l. Menurut Lloyd (1985) dalam Effendi
(2003), peningkatan nilai turbiditas pada
perairan dangkal dan jernih sebesar 25 NTU dapat mengurangi 13%-50% produktivitas primer. Peningkatan
turbiditas sebesar 5 NTU di danau dan sungai dapat
mengurangi produktivitas primer berturut-turut sebesar 75% dan 3%-13%.
Nybakken
(1987) menyatakan bahwa pengaruh ekologi utama dari kekeruhan adalah
penurunan penetrasi cahaya secara mencolok. Selanjutnya hal ini akan menurunkan fotosintesis
fitoplankton dan tumbuhan bentik, yang mengakibatkan
turunnya produktivitas.
Suhu
Suhu
juga memberikan efek tidak langsung pada fitoplankton, selain efek langsungnya
terhadap pertumbuhan, aktivitas enzimatik, dan proses metabolism lainnya.
Contoh efek tidak langsung adalah terbentuknya thermocline yang memberikan
dampak nyata terhadap komunitas fitoplankton. Terjadinya thermocline dikaitkan
dengan pertumbuhan fitoplankton dan siklus musiman produksi primer
(Dawes, 1981 in Kennish, 1990), meskipun hubungan yang jelas bisa saja
dikaburkan oleh perubahan faktor lain yang terjadi secara bersamaan, seperti
pemangsaan oleh zooplankton dan konsentrasi nutrien. Pada dasarnya, stratifikasi suhu
pada kolom air menahan masukan nutrien ke zona fotik dari lapisan yang lebih
dalam. Hal ini dapat menghambat pertumbuhan fitoplankton jika penambahan
nutrien esensial dari drainase tidak memberikan nutrien cukup pada lapisan
permukaan.
Suhu
air di permukaan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi. Faktor-faktor meteorologi yang berperan di sini adalah
curah hujan, penguapan, kelembaban udara,
suhu udara, kecepatan angin, dan intensitas radiasi matahari. Oleh sebab itu suhu di permukaan biasanya mengikuti
pola musiman (Nontji, 2005).
Salinitas
Salinitas
yang bervariasi adalah ciri paling khas dari daerah estuari. Salinitas berubah setiap hari mengikuti
pasang surut dan berubah secara drastic mengikuti
musim. Bagian estuari yang paling dekat ke sungai memiliki salinitas yang paling rendah, namun pada musim
panas, ketika aliran air dari sungai lambat maka
banyak air laut yang masuk ke bagian ini (Goldman dan Horne, 1983 dalam
Sitinjak, 2009). Sebagaimana
suhu, salinitas secara tidak langsung memengaruhi fitoplankton
melalui pengaruhnya terhadap densitas air dan stabilitas kolom air (Kennish, 1990 dalam Sitinjak, 2009).
2.4
Produktivitas
Primer di Muara Sungai Cisadane
Sijintak (2009) menyatakan bahwa produktivitas primer
fitoplankton di muara S. Cisadane menunjukkan
bahwa produktivitas primer fitoplankton masih memberikan sumbangan oksigen di muara S. Cisadane,
walaupun hanya sedikit. Produktivitas primer
fitoplankton hanya terjadi pada siang hari dan di kedalaman hingga 1 m, dengan kedalaman muara yang berkisar 6-7
m. Nilai produktivitas yang rendah
disebabkan oleh kekeruhan yang tinggi sehingga
membatasi penetrasi cahaya dan selanjutnya membatasi biomassa fitoplankton (klorofil a). Fitoplankton
yang ditemukan di muara S. Cisadane terdiri
dari 38 genera yang berasal dari kelas Chlorophyceae, Bacillariophyceae, Cyanophyceae, Dinophyceae, dan
Euglenophyceae. Fitoplankton yang mendominasi
di muara S. Cisadane berasal dari kelas Bacillariophyceae (Skeletonema dan Melosira),
Cyanophyceae (Microcystis dan Oscillatoria), dan Chlorophyceae (Scenedesmus, Dictyosphaerium
dan Eudorina). Suhu, salinitas, dan
pH masih sesuai baku mutu air untuk perikanan dan tidak menjadi factor penghambat fotosintesis.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Sijintak (2009) di muara Sungai
Cisadane yang dilakukan pada bulan Juni hingga Agustus 2008 menunjukkan nilai
yang rendah. Produktivitas primer yang rendah diduga karena
kekeruhan yang tinggi sehingga menyebabkan
kelimpahan fitoplankton rendah. Kekeruhan yang tinggi diduga karena tingginya limpasan bahan organik
dari sekitar muara maupun bagian atas sungai
(upstream). Oleh karena itu perlu adanya pengelolaan dan pengaturan kegiatan di muara S. Cisadane dan
terutama di bagian upstream sungai untuk membatasi
limpasan bahan organik yang masuk ke muara S. Cisadane. Adapun beberapa rekomendasi yang bisa
disampaikan kepada Pemerintah Daerah
(Pemda) Banten atau instansi terkait, antara lain:
1.
Mewajibkan pabrik di sekitar wilayah
hulu, tengah, dan muara S. Cisadane untuk mengikuti ketentuan pembuangan limbah
sesuai peraturan yang ditetapkan
pemerintah.
2.
Membantu dan mengusahakan penduduk di
sekitar muara untuk memiliki tempat
MCK sendiri dan kemudian mengatur pembuangan dan pengolahan limbahnya secara kumulatif
3.
Bekerjasama dengan instansi pengelola
wilayah hulu sampai muara S. Cisadane
dalam pengaturan pembuangan limbah pabrik yang berdampak terhadap muara S. Cisadane.
4.
Mengurangi erosi daratan melalui
penghijauan kawasan di sepanjang sungai (terutama
daerah hulu) sehingga bila tejadi hujan lebat di hulu tidak akan membawa gerusan tanah dalam jumlah
berlebihan ke wilayah muara.
5.
Mengelola sampah dan limbah pemukiman
perkotaan (Tangerang dan Bogor) sehingga
sampah tidak mengotori dan mencemari sungai.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Produktivitas perairan di Muara Sungai Cisadane menunjukkan nilai yang
rendah. Produktivitas
primer yang rendah diduga karena kekeruhan yang tinggi sehingga menyebabkan kelimpahan fitoplankton
rendah. Kekeruhan yang tinggi diduga karena
tingginya limpasan bahan organik dari sekitar muara maupun bagian atas sungai (upstream).
3.2
Saran
Saran dari makalah ini adalah perlu adanya
pengelolaan dan pengaturan kegiatan
di muara S. Cisadane dan terutama di bagian upstream sungai untuk membatasi limpasan bahan organik yang
masuk ke muara S. Cisadane.
DAFTAR PUSTAKA
Barus, T, A., Sri Sayrani Sinaga dan Rosalina Tarigan. 2008. Produktivitas Primer
Fitoplankton dan Hubungannya dengan Faktor Fisika-Kimia Air di Perairan
Parapat, Danau Toba. Jurnal Biologi Sumatera. Vol (3) No. 1 hlm: 11-16
Kennish,
M. J. 1990. Ecology of estuaries. Vol II: Biology Aspects. Hal:51-102. CRC
Press, Inc. Boca Raton, FL. 391 h
Pradiko,
H. 2003. Penelusuran solusi numerik model pergerakan arus di perairan muara
Sungai Cisadane. Jurnal Infomatek. 5(1):36-46. Jurusan Teknik Lingkungan-Fakultas
Teknik. Universitas Pasundan.
Pitoyo, A., Wiryanto. 2002. Produktivitas Primer Perairan Waduk Cengklik
Boyolali. Jurnal Biodiversitas. Vol (3) No. 1 hlm : 189-195
Sijintak, F,R.
2009. Produktivitas Primer Fitoplankton Pada Musim Kemarau Tahun 2008 di Muara
Sungai Cisadane, Kabupaten Tangerang, Banten. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB.
Sinurat, G. 2009.
Studi Tentang Nilai Produktivitas Primer di Pangururan Perairan Danau Toba.
Skripsi. FMIPA. Medan
UNESCO (United Nations Educational,
Scientific, and Cultural Organization). 2004. Kali Cisadane,
h. 45-56 in Yasuto Tachikawa, Ross James, Keizrul Abdullah,
Mohd. Norbin, Mohd. Desa (Ed.), Catalogue of rivers for southeast
Asia and Pacific Volume V. UNESCO-IHP Publication.
Tokyo, Jepang.
ii+285 h
Wetzel,
R. G. 2001. Limnology lake and river ecosystems. 3rd edition. Hal:342-344.
Academic Press. San Diego, CA. xiii+1006 h
Yulianto, D., Max Rudolf
Muskananfola., Pujiono Wahyu Purnomo. 2014. Tingkat
Produktivitas Primer dan Kelimpahan Fitoplankton Berdasarkan Waktu Yang Berbeda
di Perairan Pulau Panjang, Jepara. Jurnal Diponegoro. Vol (3) No. 4 hlm:
195-200
No comments:
Post a Comment