Thursday, October 24, 2019


Makalah

Produktivitas Primer di Muara Sungai Cisadane





Oleh
Ade Irma Polamolo
1131417037













MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2019


KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penyusun panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah memberikan limpahan kesehatan, rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “Produktivitas Primer di Muara Sungai Cisadane” dapat diselesaikan dengan baik.
Penyusun menyadari bahwa  makalah  ini masih memiliki banyak kekurangan. Tak lupa, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun guna memperbaiki kesalahan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya dan juga bermanfaat pada lingkungan sekitar.

Gorontalo,       Oktober  2019

Penyusun



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2  Tujuan......................................................................................................... 2
1.3  Manfaat...................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1  Keadaan Umum Muara Sungai Cisadane................................................... 3
2.2  Definisi Produktivitas Primer..................................................................... 3
2.3  Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas ................................................  7
2.4  Produktivitas Primer di Muara Sungai Cisadane........................................ 11
BAB III PENUTUP
3.1  Kesimpulan................................................................................................. 13
3.2  Saran ..........................................................................................................  13
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Sungai Cisadane merupakan salah satu sungai utama di Propinsi Banten dan Jawa Barat. Hulu sungai terletak di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mengalir melewati Kabupaten Tangerang, Banten, dan bermuara ke Laut Jawa. Saat ini pencemaran di S. Cisadane makin tinggi. Limbah industri yang berada disepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane menjadi penyebab utama pencemaran. Di sepanjang sungai terdapat sekitar 16 industri dan masih ada beberapa industri yang tidak melakukan pengolahan air limbah sebelum dibuang ke sungai (www2.kompas.com, 2008 dalam Sitinjak, 2009). Selain itu, limbah domestik dari pemukiman juga menambah pencemaran sungai. Wilayah muara S. Cisadane sebagai ujung dari aliran sungai akan menerima limpasan dari berbagai aktivitas yang ada di bagian tengah dan hulu sungai. Hal ini dapat menimbulkan kondisi anoksik di wilayah muara jika tidak tersedia cukup oksigen untuk proses dekomposisi bahan organik yang berasal dari limpasan wilayah bagian atas sungai.
Produktivitas primer adalah suatu proses pembentukan senyawa-senyawa organik melalui proses fotosintesis. Proses fotosintesis sendiri dipengaruhi oleh faktor konsentrasi klorofil a, serta intensitas cahaya matahari. Nilai produktivitas primer dapat digunakan sebagai indikasi tentang tingkat kesuburan suatu ekosistem perairan (Barus, dkk, 2008). Informasi mengenai produktivitas primer perairan penting diketahui sehubungan dengan peranannya sebagai penyedia makanan (produser) dalam ekosistem perairan, serta perannya sebagai pemasok kandungan oksigen terlarut di perairan (Clark, 1996 dalam Hariyadi, dkk, 2010). Tingkat produktivitas primer suatu perairan memberikan gambaran apakah suatu perairan cukup produktif dalam menghasilkan biomassa tumbuhan, terutama fitoplankton, termasuk pasokan oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis yang terjadi, sehingga mendukung perkembangan ekosistem perairan. Produktivitas perairan yang terlalu tinggi dapat mengindikasikan telah terjadi eutrofikasi, sedangkan yang terlalu rendah dapat memberikan indikasi bahwa perairan tidak produktif atau miskin.
1.2         Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah untuk mengetahui kondisi produktivitas primer di suatu perairan.
1.3         Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah untuk menambah wawasan pengetahuan tentang produktivitas perairan.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1         Keadaan Umum Muara Sungai Cisadane
Sungai Cisadane (S. Cisadane) mempunyai daerah tangkapan hujan seluas 1.376 km2 dan panjang 137,6 km. Sungai ini berasal dari sumber yang sama dengan Sungai Ciliwung yaitu Gunung Mandalawangi (tinggi puncak 3.002 m) dan Gunung Salak (tinggi puncak 2.211 m) di Kabupaten Bogor, dan mengalir ke arah utara melewati Kabupaten Tangerang dan berakhir di Laut Jawa. Secara administrasi, wilayah muara S. Cisadane masuk ke dalam wilayah Kabupaten Tangerang, Kecamatan Teluk Naga (UNESCO, 2004). Anak-anak sungai banyak ditemukan di bagian hulu dengan anak sungai terbesar adalah Cianten dan Ciapus dengan masing-masing anak sungai memiliki panjang 49,2 km dan 27 km, serta daerah tangkapan hujan sebesar 426,5 km2 dan 58,15 km2. Daerah tangkapan hujan di bagian atas sungai (hulu) mempunyai bentuk melingkar serta panjang dan sempit dari tengah hingga ke bagian bawah. Bagian hulu sungai pada jarak 10,1 km memiliki kemiringan yang tajam yaitu 0,228. Bagian tengah sungai pada jarak 25 km memiliki kemiringan 0,032 dan bagian bawah (hilir) sungai pada jarak 102 km memiliki kemiringan 0,00195 (UNESCO, 2004).
2.2         Definisi Produktivitas Primer
Menurut Romimohtarto (2007) dalam Yulianto, dkk, (2014) bahwa produktivitas primer adalah kecepatan terjadinya fotosintesis atau pengikatan karbon, Proses penting dalam hal produktivitas primer adalah fotosintesis. Dalam fotosintesis, matahari merupakan unsur penting dalam proses tersebut. Apa saja yang mempengaruhi sinar matahari akan mempengaruhi fotosintesis. Soemarwoto, dkk, (1980) dalam Sinurat (2009) menyatakan bahwa dalam proses fotosintesis ini diperlukan zat hijau daun yang disebut  klorofil. Proses ini menggunakan dua macam bahan, yaitu air dan karbondioksia. Setelah langkah pertama, yaitu mengubah energi cahaya menjadi energi kimia. Energi kimia dapat dipindah-pindahkan ke dalam berbagai bahan kimia. Berbagai organisme dapat menyempurnakan pemindahan ini. Tetapi hanya produsen yang dapat mengerjakan langkah pertama tadi.
Produktivitas primer adalah suatu proses pembentukan senyawa-senyawa organik melalui proses fotosintesis. Proses fotosintesis sendiri dipengaruhi oleh faktor konsentrasi klorofil a, serta intensitas cahaya matahari. Nilai produktivitas primer dapat digunakan sebagai indikasi tentang tingkat kesuburan suatu ekosistem perairan (Barus, dkk, 2008). Proses fotosintesis berjalan melalui mekanisme enzimatis, sehingga berlangsung pada rentang suhu tertentu. Kenaikan suhu akan memacu enzim mengkatalis proses fotosintesis, tetapi suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan degradasi enzim dan penghambatan fotosintesis (Folkowski dan Raven, 1997 dalam Pitoyo dan Wiryanto, 2002). Distribusi biomassa organisme fotoautotrof mempengaruhi produktivitas primer perairan. Menurut Jones dan Francis (1982) dalam Pitoyo dan Wiryanto (2002), distribusi biomassa organisme fotoautotrof dapat terjadi secara temporal dan spatial. Distribusi temporal sangat dipengaruhi siklus matahari tahunan dan harian, misalnya alga motil yang melakukan migrasi vertikal harian. Distribusi temporal juga disebabkan siklus reproduksi, seperti peningkatan jumlah beberapa jenis fitoplankton pada bulan-bulan tertentu. Produktivitas primer dapat diukur dengan beberapa cara, misalnya dengan metode C14, metode klorofil, dan metode oksigen (Michael, 1995 dalam Pitoyo dan Wiryanto, 2002). Metode oksigen dengan botol gelapterang banyak digunakan, meskipun hasilnya terbatas dalam botol (Odum, 1993 dalam Pitoyo dan Wiryanto, 2002). Boehme (2000) dalam Pitoyo dan Wiryanto (2002) memperkenalkan metode oksigen melalui pembacaan kurva oksigen harian. Dengan metode ini sampel yang diteliti tidak dibatasi ukurannya dan dapat diukur setiap saat, namun ada kemungkinan terjadi persinggungan oksigen di atmosfer dan di dalam air. Banyaknya model perhitungan produktivitas primer perairan mengakibatkan hasil yang didapat berbeda-beda.  Sebagai wilayah estuari, muara S. Cisadane dipengaruhi oleh dinamika pasang dan surut. Pada kondisi pasang, air di muara S. Cisadane bergerak ke arah timur yang kemudian berbelok ke arah perairan pantai Jakarta atau masuk ke dalam Teluk Jakarta (Pradiko, 2003).
Di sekitar muara S. Cisadane terdapat banyak aktivitas manusia di antaranya kegiatan perikanan berupa tambak udang dan gurame, kegiatan peternakan berupa peternakan ayam dan sapi, serta kegiatan rumah tangga seperti mandi dan mencuci (MCK). Kegiatan industri juga ada di dekat pinggiran badan sungai, seperti industri pembuatan kapal dan penambangan pasir. Di muara S. Cisadane juga cukup banyak lalu lintas kapal-kapal nelayan (Sitinjak, 2009).
Produktivitas Primer Di Estuari
Menurut Kennish (1990) produktivitas primer adalah laju fiksasi karbon (pembentukan material organik) di perairan dan biasanya dinyatakan dalam jumlah gram karbon yang dihasilkan dalam waktu tertentu. Faktor fisika utama yang mempengaruhi produktivitas primer adalah cahaya, suhu, dan sirkulasi air. Faktor lain yang mempengaruhi produktivitas primer adalah faktor kimia, yaitu salinitas dan nutrien, serta faktor biologi yaitu pemangsaan fitoplankton. Berdasarkan Goldman dan Horne (1983) estuari adalah salah satu badan air yang paling kompleks dan produktif. Estuari memiliki jenis spesies yang lebih sedikit namun dengan jumlah yang lebih melimpah bila dibandingkan dengan perairan tawar atau laut. Odum (1971) menyatakan bahwa produktivitas yang tinggi di daerah estuari disebabkan oleh:
1.      Estuari adalah perangkap nutrien, secara fisika dan biologi.
Daur ulang nutrien yang sangat cepat oleh aktivitas mikroba, benthos, dan hewan penggali menciptakan semacam “sistem penyuburan sendiri”. Namun, kecenderungan alami ini menyebabkan estuari rentan terhadap polusi, karena polutan akan terperangkap termasuk nutrien-nutrien yang bermanfaat. Perangkap nutrien secara fisika terkait gerakan pasang surut.
2.      Estuari memiliki keanekaragaman jenis produser yang dapat berfotosintesis.
Banyak estuari yang ditemukan memiliki semua tiga tipe produser yang ada di dunia, yaitu makrofita (rumput laut, lamun, dan rumput gambut/ marsh grass), mikrofita dasar, dan fitoplankton.
3.      Peran pasang surut dalam menciptakan sebuah ekosistem dengan tinggi muka air yang berfluktuasi. Pada umumnya, semakin besar amplitude pasang maka semakin besar potensi produksi, jika arus yang terjadi tidak terlalu abrasif. Goldman dan Horne (1983) menyatakan air yang dangkal dan lumpur yang dengan mudah terpapar cahaya matahari saat surut, dapat meningkatkan daur ulang nutrien melalui dekomposisi oleh bakteri dan dapat mempercepat pertumbuhan hewan benthik.
2.3         Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Primer           
Cahaya
Laju produksi primer oleh fitoplankton sangat terkait dengan cahaya matahari sebagai sumber energi fotosintesis (Kennish, 1990). Menurut Wetzel (2001), jika nutrien tersedia dalam jumlah yang cukup untuk mendukung laju maksimum fotosintesis, maka ketersediaan cahaya adalah faktor dominan yang mengatur laju fotosintesis. Iluminasi (penyinaran) cahaya matahari di hamper semua habitat akuatik bergantung pada sudut penyinaran matahari sepanjang hari, musim, letak lintang (latitude), dan kondisi iklim setempat (seperti persen penutupan awan) (Kennish, 1990). Wetzel (2001) menyatakan ketersediaan cahaya di sungai bergantung pada penutupan kanopi di tepi sungai dan kekeruhan (turbidity)
Peredupan cahaya terjadi dalam kolom air melalui penyerapan dan penyebaran oleh molekul air, partikel tersuspensi, dan bahan terlarut. Penyerapan lebih menentukan penetrasi dan distribusi energi radiasi dalam air (Kennish, 1990). Penyusutan intensitas cahaya di estuari lebih besar daripada di laut, seiring dengan bertambahnya kedalaman (Kennish, 1990). Hal ini terutama disebabkan oleh konsentrasi partikel tersuspensi dan bahan terlarut yang lebih tinggi di estuari.
Nutrient
Fitoplankton membutuhkan banyak materi untuk pertumbuhan dan reproduksi. Materi yang paling penting adalah makronutrien yaitu nitrogen, fosfor, dan silica. Di lingkungan estuari, fosfor terbagi dalam bentuk organik terlarut, anorganik terlarut, dan partikulat. Bentuk utama fosfor anorganik terlarut adalah ortofosfat. Ortofosfat adalah bentuk fosfor anorganik yang paling disukai fitoplankton. Namun dalam keadaan miskin ortofosfat, fosfor organik terlarut pun dapat dimanfaatkan fitoplankton (Kennish, 1990). Walaupun bukan kebutuhan esensial bagi semua organisme estuari, silica sangat penting untuk pertumbuhan cangkang diatom. Silika terlarut di air dalam bentuk asam silika (H4SiO4). Ketika asam silika berkurang, pembelahan sel fitoplankton dapat terhambat dan aktivitas metabolisme mengalami tekanan. Menurut Levinton (1982) in Kennish (1990) ketersediaan silika memberikan pengaruh terhadap kelimpahan dan produktivitas diatom. Smayda (1973) in Kennish (1990) menambahkan bahwa ketersediaan silika diduga dapat membatasi populasi fitoplankton lain. Kennish, 1990).
Fitoplankton
Plankton didefinisikan sebagai organisme yang melayang atau yang hanyut dengan kekuatan gerak terbatas, dan dipindahkan terutama oleh pergerakan air (Kennish, 1990). Subdivisi plankton meliputi plankton bakteri, fitoplankton, dan zooplankton. Fitoplankton adalah tumbuhan mikroskopik yang mengapung bebas, berupa organisme uniseluler, berfilamen, atau berbentuk rantai yang menempati permukaan air (zona fotik) laut lepas atau perairan pantai. Organisme autotrof ini mempunyai peran penting di laut karena melakukan paling sedikit 90% fotosintesis di laut. Oleh karena laut menutupi 72% permukaan bumi, fitoplankton merupakan produser primer yang paling penting.
Kekeruhan
Kekeruhan (turbiditas) adalah karakter visual air yang dapat mengakibatkan penurunan atau pengurangan kecerahan perairan (Wetzel, 2001). Effendi (2003) menyatakan bahwa kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), ataupun dari bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme. Wofsy (1983) in Cloern (1987) menyatakan cahaya dapat  menjadi faktor pembatas bagi fotosintesis ketika konsentrasi partikel tersuspensi melebihi 50 mg/l. Menurut Lloyd (1985) dalam Effendi (2003), peningkatan nilai turbiditas pada perairan dangkal dan jernih sebesar 25 NTU dapat mengurangi 13%-50% produktivitas primer. Peningkatan turbiditas sebesar 5 NTU di danau dan sungai dapat mengurangi produktivitas primer berturut-turut sebesar 75% dan 3%-13%.
Nybakken (1987) menyatakan bahwa pengaruh ekologi utama dari kekeruhan adalah penurunan penetrasi cahaya secara mencolok. Selanjutnya hal ini akan menurunkan fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan bentik, yang mengakibatkan turunnya produktivitas.
Suhu
Suhu juga memberikan efek tidak langsung pada fitoplankton, selain efek langsungnya terhadap pertumbuhan, aktivitas enzimatik, dan proses metabolism lainnya. Contoh efek tidak langsung adalah terbentuknya thermocline yang memberikan dampak nyata terhadap komunitas fitoplankton. Terjadinya thermocline dikaitkan dengan pertumbuhan fitoplankton dan siklus musiman produksi primer (Dawes, 1981 in Kennish, 1990), meskipun hubungan yang jelas bisa saja dikaburkan oleh perubahan faktor lain yang terjadi secara bersamaan, seperti pemangsaan oleh zooplankton dan konsentrasi nutrien. Pada dasarnya, stratifikasi suhu pada kolom air menahan masukan nutrien ke zona fotik dari lapisan yang lebih dalam. Hal ini dapat menghambat pertumbuhan fitoplankton jika penambahan nutrien esensial dari drainase tidak memberikan nutrien cukup pada lapisan permukaan.
Suhu air di permukaan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi. Faktor-faktor meteorologi yang berperan di sini adalah curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin, dan intensitas radiasi matahari. Oleh sebab itu suhu di permukaan biasanya mengikuti pola musiman (Nontji, 2005).
Salinitas
Salinitas yang bervariasi adalah ciri paling khas dari daerah estuari. Salinitas berubah setiap hari mengikuti pasang surut dan berubah secara drastic mengikuti musim. Bagian estuari yang paling dekat ke sungai memiliki salinitas yang paling rendah, namun pada musim panas, ketika aliran air dari sungai lambat maka banyak air laut yang masuk ke bagian ini (Goldman dan Horne, 1983 dalam Sitinjak, 2009).  Sebagaimana suhu, salinitas secara tidak langsung memengaruhi fitoplankton melalui pengaruhnya terhadap densitas air dan stabilitas kolom air (Kennish, 1990 dalam Sitinjak, 2009).
2.4         Produktivitas Primer di Muara Sungai Cisadane
Sijintak (2009) menyatakan bahwa produktivitas primer fitoplankton di muara S. Cisadane menunjukkan bahwa produktivitas primer fitoplankton masih memberikan sumbangan oksigen di muara S. Cisadane, walaupun hanya sedikit. Produktivitas primer fitoplankton hanya terjadi pada siang hari dan di kedalaman hingga 1 m, dengan kedalaman muara yang berkisar 6-7 m. Nilai produktivitas yang rendah disebabkan oleh kekeruhan yang tinggi sehingga membatasi penetrasi cahaya dan selanjutnya membatasi biomassa fitoplankton (klorofil a). Fitoplankton yang ditemukan di muara S. Cisadane terdiri dari 38 genera yang berasal dari kelas Chlorophyceae, Bacillariophyceae, Cyanophyceae, Dinophyceae, dan Euglenophyceae. Fitoplankton yang mendominasi di muara S. Cisadane berasal dari kelas Bacillariophyceae (Skeletonema dan Melosira), Cyanophyceae (Microcystis dan Oscillatoria), dan Chlorophyceae (Scenedesmus, Dictyosphaerium dan Eudorina). Suhu, salinitas, dan pH masih sesuai baku mutu air untuk perikanan dan tidak menjadi factor penghambat fotosintesis.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Sijintak (2009) di muara Sungai Cisadane yang dilakukan pada bulan Juni hingga Agustus 2008 menunjukkan nilai yang rendah. Produktivitas primer yang rendah diduga karena kekeruhan yang tinggi sehingga menyebabkan kelimpahan fitoplankton rendah. Kekeruhan yang tinggi diduga karena tingginya limpasan bahan organik dari sekitar muara maupun bagian atas sungai (upstream). Oleh karena itu perlu adanya pengelolaan dan pengaturan kegiatan di muara S. Cisadane dan terutama di bagian upstream sungai untuk membatasi limpasan bahan organik yang masuk ke muara S. Cisadane. Adapun beberapa rekomendasi yang bisa disampaikan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) Banten atau instansi terkait, antara lain:
1.      Mewajibkan pabrik di sekitar wilayah hulu, tengah, dan muara S. Cisadane untuk mengikuti ketentuan pembuangan limbah sesuai peraturan yang ditetapkan pemerintah.
2.      Membantu dan mengusahakan penduduk di sekitar muara untuk memiliki tempat MCK sendiri dan kemudian mengatur pembuangan dan pengolahan limbahnya secara kumulatif
3.      Bekerjasama dengan instansi pengelola wilayah hulu sampai muara S. Cisadane dalam pengaturan pembuangan limbah pabrik yang berdampak terhadap muara S. Cisadane.
4.      Mengurangi erosi daratan melalui penghijauan kawasan di sepanjang sungai (terutama daerah hulu) sehingga bila tejadi hujan lebat di hulu tidak akan membawa gerusan tanah dalam jumlah berlebihan ke wilayah muara.
5.      Mengelola sampah dan limbah pemukiman perkotaan (Tangerang dan Bogor) sehingga sampah tidak mengotori dan mencemari sungai.

BAB III
PENUTUP
3.1         Kesimpulan
Produktivitas perairan di Muara Sungai Cisadane menunjukkan nilai yang rendah. Produktivitas primer yang rendah diduga karena kekeruhan yang tinggi sehingga menyebabkan kelimpahan fitoplankton rendah. Kekeruhan yang tinggi diduga karena tingginya limpasan bahan organik dari sekitar muara maupun bagian atas sungai (upstream).
3.2         Saran
Saran dari makalah ini adalah perlu adanya pengelolaan dan pengaturan kegiatan di muara S. Cisadane dan terutama di bagian upstream sungai untuk membatasi limpasan bahan organik yang masuk ke muara S. Cisadane.











DAFTAR PUSTAKA
Barus, T, A., Sri Sayrani Sinaga dan Rosalina Tarigan. 2008. Produktivitas Primer Fitoplankton dan Hubungannya dengan Faktor Fisika-Kimia Air di Perairan Parapat, Danau Toba. Jurnal Biologi Sumatera. Vol (3) No. 1 hlm: 11-16
Kennish, M. J. 1990. Ecology of estuaries. Vol II: Biology Aspects. Hal:51-102. CRC Press, Inc. Boca Raton, FL. 391 h
Pradiko, H. 2003. Penelusuran solusi numerik model pergerakan arus di perairan muara Sungai Cisadane. Jurnal Infomatek. 5(1):36-46. Jurusan Teknik Lingkungan-Fakultas Teknik. Universitas Pasundan.
Pitoyo, A., Wiryanto. 2002. Produktivitas Primer Perairan Waduk Cengklik Boyolali. Jurnal Biodiversitas. Vol (3) No. 1 hlm : 189-195
Sijintak, F,R. 2009. Produktivitas Primer Fitoplankton Pada Musim Kemarau Tahun 2008 di Muara Sungai Cisadane, Kabupaten Tangerang, Banten. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB.
Sinurat, G. 2009. Studi Tentang Nilai Produktivitas Primer di Pangururan Perairan Danau Toba. Skripsi. FMIPA. Medan
UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization). 2004. Kali Cisadane, h. 45-56 in Yasuto Tachikawa, Ross James, Keizrul Abdullah, Mohd. Norbin, Mohd. Desa (Ed.), Catalogue of rivers for southeast Asia and Pacific Volume V. UNESCO-IHP Publication. Tokyo, Jepang. ii+285 h
Wetzel, R. G. 2001. Limnology lake and river ecosystems. 3rd edition. Hal:342-344. Academic Press. San Diego, CA. xiii+1006 h
Yulianto, D., Max Rudolf Muskananfola., Pujiono Wahyu Purnomo. 2014. Tingkat Produktivitas Primer dan Kelimpahan Fitoplankton Berdasarkan Waktu Yang Berbeda di Perairan Pulau Panjang, Jepara. Jurnal Diponegoro. Vol (3) No. 4 hlm: 195-200